SELAMAT DATANG

"Selamat Datang di blog saya, semoga blog ini dapat bermanfaat bagi anda"

17 Maret 2013

Soal Olimpiade Komputer (Soal Deklarasi)

SOAL-SOAL DEKLARASI

1. Manakah yang mendeklarasikan tipe enumerasi dengan tepat?
a. Type a=integer;
b. Type a=1..300;
c. Type a=(baik, jelek, buruk);
d. Type a=[baik, jelek, buruk];
e. Type a=baik, jelek, buruk;
Jawab: c. Type a=(baik, jelek, buruk);

2. Tipe di bawah ini mana yang tidak dapat melakukan operasi aritmatika?
a. integer
b. byte
c. real
d. boolean
e. word
Jawab: d. Boolean

3. Deklarasi prosedur manakah yang dibenarkan?
a. procedure hapus;
b. procedure hapus(s:string);
c. procedure hapus(var s:string);
d. procedure hapus(s:string):boolean;
e. procedure hapus(var data);
Jawab: d. procedure hapus(s:string):boolean; Pembahasan: Untuk penulisan prosedur, tidak diperbolehkan adanya nilai kembali. Sedangkan parameter tanpa tipe data (pada opsi e), dapat dibenarkan.

4. Deklarasi function manakah yang tidak diizinkan?
a. Function density(x:real):real;
b. Function density(b:byte):byte;
c. Function density(var s:string):real;
d. Function density(var data):byte;
e. Function density;
Jawab: e. Function density; Pembahasan: Untuk penulisan function , harus ada nilai kembali.

5. Tipe variabel ekspresi manakah yang tidak dapat ditampilkan dengan procedure Writeln?
a. Type T=Integer;
b. Type T=String;
c. Type C=Char;
d. Type T=(Small, Medium, Large)
e. Semua valid
Jawab: d. Type T=(Small, Medium, Large) Pembahasan: Opsi d adalah tipe data enumerasi. Tipe data enumerasi tidak dapat ditampilkan dengan perintah Writeln.

6. Dengan deklarasi berikut: Type warna=(merah,kuning,hijau,biru,hitam,putih,jingga); Var w:warna; Perintah mana yang salah?
a. If w in [warna] then writeln(‘ada’);
b. w:=merah; w:=w + kuning;
c. w:=[merah];
d. w:=hijau; dec(w);
e. w:=’Merah’;

Jawab: d. w:=hijau; dec(w); Pembahasan: Variabel w adalah variabel yang mempunyai tipe data enumerasi yang merupakan salah satu tipe data ordinal. Karena merupakan tipe data ordinal, maka variabel w dapat dioperasikan dengan fungsi atau prosedur seperti ORD, DEC, INC, PRED, dan SUCC.

7. Pada deklarasi di atas, jika variabel W1 berisi [merah,kuning,hijau] dan variabel W2 berisi [merah,kuning,hitam] maka, jika diberikan statemen W3:=W1+W2, W3 akan berisi:
a. [merah,kuning,hijau,hitam]
b. [merah,kuning,hijau,merah,kuning,hitam]
c. [hijau,hitam]
d. [merah,kuning,merah,kuning,hijau, hitam]
e. [merah,kuning]
Jawab: a. [merah,kuning,hijau,hitam] Pembahasan: Operator + pada tipe data himpunan adalah gabungan atau union.

8. Jika diberikan statemen W3:=W1-W2, W3 akan berisi:
a. [merah,kuning,hijau,hitam]
b. [merah,kuning,hijau,merah,kuning,hitam]
c. [hijau]
d. [merah,kuning,merah,kuning,hijau, hitam]
e. [merah,kuning]
Jawab: c. [hijau] Pembahasan: Operator – pada tipe data himpunan adalah operator difference. Konsep Dasar Pemrograman Prosedural 61

9. Jika diberikan statemen W3:=W1*W2, W3 akan berisi:
a. [merah,kuning,hijau,hitam]
b. [merah,kuning,hijau,merah,kuning,hitam]
c. [hijau,hitam]
d. [merah,kuning,merah,kuning,hijau, hitam]
e. [merah,kuning]
Jawab: c. [hijau,hitam] Pembahasan: Operator * pada tipe data himpunan adalah operator irisan. SOAL-SOAL INPUT / OUTPUT

10. Perhatikan potongan program berikut ini : Begin Writeln((10 shr 1) shl 2); end. Apa yang dihasilkan oleh program diatas…
a. 18 b. 19 c. 20 d. 21 e. 22
Jawab: c. 20 Pembahasan: Operator SHR adalah operasi pergeseran bit ke kanan dan operasi shl adalah operasi pergeseran bit ke kiri. 10 shr 1 = 5 ? (1010 shr 1 = 0101 = 5) 5 shl 2 = 20 (0101 shl 2 = 10100 = 20) SOAL-SOAL STRUKTUR KONTROL

12 Maret 2013

Teori Belajar Matematika

TEORI BELAJAR BRUNER


Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.

Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) prose perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain.Proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan.Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu,(dalam Hudoyo, 1990:48) Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).Dengan mengajukan masalah kontekstual,peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan tekhnologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga atau media lainnya.
Bruner melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak baiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika.Melalui alat peraga yang ditelitinya anak akan melihat langsung bagaiman keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya.Peran guru adalah :
1. perlu memahami struktur pelajaran
2. pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar
3. pentingnya nilai berfikir induktif.
Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dalam 3 model yaitu :
1. Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik)objek.
2. Model Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3. Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif ,Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika.Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner pada tahun 1963 mengemukakan empat teorema /dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing disebut “teorema atau dalil” .Keempat dalil tersebut adalah :
a. Dalil Konstruksi / Penyusunan ( Contruction theorem)
Didalam teorema konstruksi dikatakan cara yang terbaik bagi seorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut.
b. Dalil Notasi (Notation Theorem)
Menurut teorema notasi representase dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila didalam representase itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
c. Dalil Kekontrasan dan Variasi ( Contras and Variation Theorem)
Menurut teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain sehingga perbedaan antar konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas.
d. Dalil Konektivitas dan Pengaitan (Conectivity Theorem)
Didalam teorema konektivitas disebut bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketramplan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan lain.
Metode Penemuan
Satu hal yang membuat Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar, menurutnya belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan perolehan khusus, yaitu metode penemuan (dicovery).Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang melambangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dalam prinsip konstruksitivis dan discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.
Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah :
1. Stimulus ( pemberian perangsang)
2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
3. Data collection ( pengumpulan data)
4. Data Prosessing (pengolahan data)
5. Verifikasi
6. Generalisasi



TEORI BELAJAR PIAGET


Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemata(Schemas), yaitu kumpulan dari skema- skema.Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya schemata ini.
Skemata ini berkembang secara kronologis,sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya,sehingga individu yang lebih dewasa memliki struktur kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika iamasih kecil.
Tahap perkembangan kognitif:
• Tahap Sensori Motor (sejak lahir sampai dengan 2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini,pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik(gerakan anggota tubuh)dan sensori(koordinasi alat indra).
• Tahap Pra Operasi(2 tahunsampaidengan7 tahun)
Ini merupakan tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit.Operasi konkrit adalahberupa tindakan- tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan sekelompok objek,menata letak benda berdasarkan urutan tertentu,dan membilang.
• Tahap Operasi Konkrit(7 tahunsampaidengan11 tahun)
Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami konsep kekekalan, kemampuan mengklasifikasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir reversible.
• Tahap Operasi Formal (11 tahundanseterusnya)
Tahap ini merupakantahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu malakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung, dengan hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi.



TEORI BELAJAR GAGNE


Teori yang diperkenalkan Robert M.Gagne pada tahun 1960-an pembelajaran harus dikondisikan untuk memunculkan respons yang diharapkan.Menurut Gagne (dalam Ismail 1998), belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung.
1. Objek-objek langsung pembelajaran matematika terdiri atas :
a. Fakta-fakta matematika
b. Ketrampilan-ketrampilan matematika
c. Konsep-konsep matematika
d. Prinsip-prinsip matematika
2. Objek-objek tak langsung pembelajaran matematika adalah :
a. Kemampuan berfikir logis
b. Kemampuan memecahkan masalah
c. Sikap positif terhadap matematika
d. Ketekunan
e. Ketelitian
Taksonomi Gagne
Menurut Gagne tingkah laku manusia sangat bervariasi dan berbeda dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar.Gagne mengemukakan bahwa ketrampilan-ketrampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga kapabilitas.
Lima Macam Hasil Belajar Gagne
Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu bersifat psikomotor.Hasil belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut :
1. Informasi verbal
Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta.
2. Ketrampilan Intelektual
Kapabilitas ketrampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat membedakan, menguasai konsep aturan, dan memecahkan masalah.
Kapabilitas Ketrampilan Intelektual oleh Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar yaitu :
a. Belajar Isyarat
b. Belajar stimulus Respon
c. Belajar Rangkaian Gerak
d. Belajar Rangkaian Verbal
e. Belajar membedakan
f. Belajar Pembentukan konsep
g. Belajar Pembentukan Aturan
h. Belajar Memecahkan Masalah
3. Strategi Kognitif
Kapabilitas Strategi Kognitif adalah Kemampuan untuk mengkoordinasikan serta mengembangkan proses berfikir dengan cara merekam, membuat analisis dan sintesis.
4. Sikap
Kapabilitas Sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut.
5. Ketrampilan motorik
Untuk dapat mengetahui seseorang memiliki kapabilitas ketrampilan motorik dapat dilihat dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut.
Fase-fase kegiatan Belajar menurut Gagne
Robert M.Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian diantaranya fase-fase kegiatan belajar yang dibagi dalam empat fase yaitu :
a. Fase Aprehensi
b. Fase Akuisisi
c. Fase Penyimpanan
d. Fase Pemanggilan



TEORI BELAJAR DIENES

Teori Perkembangan Kognitif Dienes

Teori perkembangan kognitif melihat bahwa proses belajar seseorang dilihat dari tingkat kemampuan kognitifnya, dalam proses belajar mengajar tingkat kognitif menjadi suatu hal yang sangat penting, karena kemampuan tingkat kognitif seseorang tergantung dari usia seseorang, sehingga dalam pembelajaran pada orang dewasa berbeda dengan pembelajaran anak-anak.

Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori pieget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.

Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan mengkatagorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.

Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep tertentu, akan makin jelas konsep yang dipahami anak, karena anak-anak akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajarinya itu.

Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:

Permainan Bebas (Free Play)

Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.

Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)

Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).

Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)

Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta

mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).

Permainan Representasi (Representation)

Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini.

Segitiga, memiliki 0 diagonal
Segiempat, memiliki 2 diagonal
Segilima, memiliki 5 diagonal
Segienam, memiliki ... diagonal
Segiduapuluhtiga, memiliki ... diagonal


Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)

Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.

Permainan dengan Formalisasi (Formalization)

Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu

merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.

Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.

Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan

lainya sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk membuat lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi terhadap konsep yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.

Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material kongkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbol – simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya sekedar menghafal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru.


TEORI BELAJAR VAN HIELE

Van Hiele adalah seorang guru matematika bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri, menurut Van Hiele (dalam Suwangsih dan Tiurlina 2010, hlm. 91) ada tiga unsur utama dalam pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga unsur ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak kepada tahapan berpikir yang lebih tinggi.
Van Hiele mengemukakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu: tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi, berikut adalah penguraiannya:
1.    Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap ini anak mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada anak diperlihatkan sebuah kubus, maka ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum tahu bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujusangkar, anak pun belum mengetahui bahwa bujursangkar (persegi) keempat sisinya sama dan ke empat sudutnya siku-siku.
2.    Tahap Analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada bangun Geometri itu. Misalnya pada saat ia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. tapi tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya anak belum mengetahui bahwa persegi adalah persegipanjang atau, persegi itu adalah belah ketupat dan sebagainya.
3.    Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang kita kenal dengan sebutan berfikir deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah, anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mengenali bahwa persegi adalah jajaran genjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula dalam pengenalan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaannya yaitu bahwa semua sisinya berbentuk persegi. Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjangnya. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.
4.    Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didepinisikan, di samping unsur-unsur yang didepinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami dalil. selain itu, pada tahap ini anak sudah mulai mampu mengggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian. tetapi anak belum mengerti mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil.
5.    Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit, dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak semua anak, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berfikir ini.

Adapun tahap – tahap Van Hiele tersebut digambarkan sebagai berikut ini:
Tahap 1 Informasi (Information): Melalui diskusi, guru mengidentifikasi apa yang sudah diketahui siswa mengenai sebuah topik dan siswa menjadi berorientasi pada topik baru itu. Guru dan siswa terlibat dalam percakapan dan aktifitas mengenai objek-objek, pengamatan dilakukan, pertanyaan dimunculkan dan kosakata khusus diperkenalkan.
Tahap 2 Orientasi Terarah/Terpadu (Guided Orientation): Siswa menjajaki objek-objek pengajaran dalam tugas-tugas yang distrukturkan secara cermat seperti pelipatan, pengukuran, atau pengkonstruksian. Guru memastikan bahwa siswa menjajaki konsep-konsep spesifik.
Tahap 3 Eksplisitasi (Explicitation): Siswa menggambarkan apa yang telah mereka pelajari mengenai topik dengan kata-kata mereka sendiri, guru membantu siswa dalam menggunakan kosa kata yang benar dan akurat, guru memperkenalkan istilah-istilah matematika yang relevan.
Tahap 4 Orientasi Bebas (Free Orientation): Siswa menerapkan hubungan-hubungan yang sedang mereka pelajari untuk memecahkan soal dan memeriksa tugas yang  lebih terbuka (open-ended)
Tahap 5 Integrasi (Integration): Siswa meringkas/membuat ringkasan dan mengintegrasikan apa yang telah dipelajari, dengan mengembangkan satu jaringan baru objek-objek dan relasi-relasi.

KARAKTERISTIK TEORI VAN HIELE
Crowley 1987 (dalam Nur’aeni 2008, hlm. 128), menyatakan bahwa karakteristik teori Van Hiele adalah sebagai berikut:
1.       Tingkatan tersebut bersifat rangkaian yang berurutan
2.       Tiap tingkatan memiliki symbol dan bahasa tersendiri
3.       Apa yang implisit pada satu tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatan berikutnya
4.       Bahan yang diajarkan pada siswa diatas tingkatan pemikiran mereka dianggap sebagai reduksi tingkatan
5.       Kemajuan dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya lebih tergantung pada pengalaman pembelajaran; bukan pada kematangan atau usia.
6.       Seseorang melangkah melalui berbagai tahapan dalam melalui satu tingkatan ke tingkatan berikutnya
7.       Pembelajar tidak dapat memiliki pemahaman pada satu tingkatan tanpa melalui tingkatan sebelumnya
8.       Peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai sesuatu yang krusial.
   

   Sumber Bacaan:
1.       Suwangsih dan Tiurlina. (2010). Model Pembelajaran Matematika. Bandung:UPI PRESS
2.       Nur’aeni, E. (2008).  Teori Van hiele Dan Komunikasi Matematik (Apa, Mengapa Dan Bagaimana), hlm. 128-129